Rabu, 01 September 2010

Saatnya Ibu-ibu Kalap

Ini waktunya saya dibuat bingung. Menjelang lebaran H-10, ketika langkah kaki saya masuk ke dalam mall, entah itu Detos, entah itu Hypermart, entah itu ITC ataupun Margocity… busyeetttt, saya ternganga melihat pasukan ibu-ibu yang liar memangsa belanjaan, entah itu baju-baju atau celana diskon, entah itu bahan sembako, entah itu kue-kue kering, bahkan obralan toplespun tak luput dari serbuan mereka.

Tak jarang mereka sampai berebut pula.

Ingat Bu, eling ….

  1. Katanya, “Harga-harga pada naik, pusing mengatur uang belanja?”
  2. Katanya, “Uang SPP anak belum terbayar, beras habis, yang inilah-itulah, ada saja kebutuhan yang tidak tercukupi. Listrik juga belum bayar sampai mau diputusin petugas PLN.”
  3. Katanya lagi, “Gimana mau shopping, belanja bulanan aja ngepress. Boro-boro beli lipstick.”

Ibu-ibu sering ngedumel, bla… bla… bla… yang pastinya membuat dada para bapak menjadi sesak.

Tapi lihatlah kenyataannya!

Pastinya para bapak menjadi bingung, bukan? Kok kenyataannya sangat bertolak belakang , ya?

Mereka sekarang lagi kalap, kalap alias tidak bisa mengendalikan diri, di mall pula tempatnya!!

Seenaknya saja mereka menghambur-hamburkan uang hasil jerih payah para bapak. Beli ini, beli itu. Borong ini, borong itu. Kalau ditotal, bisa ludes gaji satu bulan dalam hitungan detik.

Wah-wah, ini tidak bisa dibiarkan. Kasihan kan para bapak? Sudah capek-capek kerja, seenaknya saja ibu-ibu menghambur-hamburkan uang.

Sabar, tenang dulu bapak-bapak.

Okeehh, sebaiknya kita tanya dulu pelan-pelan.

Kalau bulan-bulan sebelumnya para ibu sering mengeluh karena uang belanja selalu kurang, mereka sering komplain dan berkeluh-kesah, sekarang dengarlah penjelasan mereka,

  1. Pertama, “Bulan ini kan dapat THR, pak …. kasihan, anak-anak belum dibeliin baju. Itung-itung merayakan lebaran?” (saya yakin para ibu akan menyampaikan ini dengan senyuman)
  2. Kedua, “Mumpung diskon Pak, dari harga seratus sekian-sekian turunnya menjadi 50 rebu, kan lumayan pak?! Besok-besok, belum tentu ada diskon gede-gedean.” (kali ini senyumnya bertambah mesra)
  3. Ketiga, “Tenang aja Pak, uang buat mudik sudah saya amankan kok. Buat di sini, buat di kampung, buat pulangnya lagi ke sini. Semua kebutuhan sudah saya hitung, sampai akhir bulan sudah saya hitung. Zakat juga sudah…. Pokoknya semua sudah beres, Pak.” (laporan kali ini diakhiri dengan pelukan mesra)

Bijak bukan?

Saya selalu salut terhadap ibu-ibu yang pandai mengelola keuangan keluarga. Nggak gampang lho Pak, dari gaji sebulan sekali dibagi untuk ini-itu, sampai yang urusan yang kecil-kecil, njelimet.

Lagipula, menurut saya ibu-ibu adalah orang yang sangat penyayang. Mereka tak mungkin memikirkan diri sendiri. Kalaupun mereka berbelanja, tak lain dan tak bukan pastilah itu untuk keperluan anak-anak dan suami tercinta. Bahkan tak jarang, kebutuhan untuk mereka sendiri terabaikan.

Jadi menurut saya, biarkanlah ibu-ibu kalap, setahun sekali ini Pak!

Senin, 16 Agustus 2010

Bila Tom Yam Goong Berisi Telor

Sekali-kalinya, saya tertarik dengan resep yang aneh-aneh. Pengennya sih menghadirkan menu spesial buat keluarga. Repot sedikit, tak majalah....
Lagipula, sudah menjadi kebiasaan saya setiap memasak ada yang menemani. Itu, tuh search engine yang sudah saya anggap sebagai suhu masak saya. Sampai-sampai, ketika anak saya menyampaikan bahwa gurunya memuji kreatifitas saya dalam hal penyajian menu masakan
(anak saya pulang jam 2 siang, jadi selalu membawa bekal makan siang ke sekolah), spontan anak saya bilang, "Ya iyalah, Ibu saya nyarinya resepnya dari internet Bu..."
Bukan buat gaya atau sok-sokan, karena basic-nya saya memang blank soal masakan. Nggak apa-apa, yang penting niat dan usaha bukan?
Kali ini saya menemukan resep asal Thailand, namanya Tom Yam Goong (dibaca tom yam kung). Wah, kayaknya sedap dan segar nih, pikir saya.
Sip, bahan dasarnya saya punya - udang beserta kaldunya sudah tersedia di dalam kulkas, bumbunya juga ada kecuali jamur kancing dan daun ketumbar. Dengan semangat empat-lima akhirnya saya pun mulai turun ke dapur. Setelah racik sana racik sini, kaldu udang pun tinggal merebus ulang, terhidanglah Tom Yam Goong ala Silfi.
Melihat penampilan fisiknya, otak Jawa saya langsung ngeh, 'Lah, kok isinya cuman begini ya?'
Karena 'sayur' bagi saya selalu identik dengan aneka macam isi, entah itu kacang panjang, terong, labu siam, dst, tidak melompong seperti ini.
Suami saya bingung, "Masak apaan nih?!"
Anak saya juga bingung, "Kok nggak ada isinya Bu, udang doang?"
Idealnya, beginilah penampilan Tom Yam Goong :

Berhubung masakan saya tidak ada jamur kancing dan daun ketumbarnya, bisa dibayangkan bagaimana bentuknya?
Akhirnya saya siasati dengan telur rebus. Untungnya rasa tidak mengecewakan, seperti harapan saya, sueddaaapp dan segaaarrr.
Huahaa... Thailand boleh punya Tom Yam Goong, tapi di tangan orang jawa, si tom yam ini pasti dimodifikasikan dengan macam-macam, termasuk telor rebus.


(resep alternative untuk berbuka puasa - dengan catatan: bahan-bahan masakan harus lengkap)

Senin, 26 Juli 2010

Soto Ambengan ala Silfi

Soto ayam asal Surabaya ini selain enak juga segar. Yang menjadi ciri utamanya adalah bubuk poyahnya yang guriiihh banget. Sudah teruji lho di dapur saya.

Bikinnya simple, nggak ribet dan nggak pake lama
. Oya, resep aslinya saya dapatkan dari Keluarga Nugraha, tapi saya modif sedemikian rupa (maksudnya, saya sesuaikan dengan bahan-bahan yang ada di kulkas). Sluruuuppp!!

Bahan :

1 ekor ayam
2 batang serai memarkan

5 lbr daun jeruk

3 liter air

6 sdt garam
3 sdt gula pasir



Bumbu Halus :

50 gr udang goreng, haluskan (berhubung nggak ada udang, saya ganti terasi :P)
6 siung bawang merah

5 siung bawang putih

5 cm kunyit
3 iris lengkuas

2 sdt ketumbar
1 cm jahe
2 sdt merica bubuk

5 butir kemiri sangrai


Pelengkap :

3 btg daun bawang

3 btg daun seledri

bawang goreng
jeruk nipis
sambel cabe rawit

kecap manis sesuai selera

poyah



Cara Membuat :


1. Ayam direbus bersama dengan serai, daun jeruk, gula pasir dan garam hingga lunak.
2. Tiriskan ayam, goreng hingga kecoklatan lalu suwir2x.

3. Tumis
bumbu halus sampai harum, lalu masukan ke dalam kaldu.
4. Masukan daun bawang dan seledri.

5. Sajikan soto dengan cara : taruh daging ayam di atas nasi, beri kuah. Beri kecap bila suka, perasan jeruk nipis. Taburi dengan bawan
g goreng dan poyah


Resep Poyah :

Krupuk udang dicampur dengan bawang putih goreng, lalu haluskan. Tambah dengan sedikit garam, gula dan bumbu penyedap secukupnya.


Resep Sambel :

15 cabe rawit rebus, lalu haluskan.


Dengan tampilan yang menarik, pasti menggugah selera. Selamat mencoba !







Minggu, 20 Juni 2010

Oh!


Dia ada di dekatku. Tapi susah sekali kugapai. Seperti menjulurkan tangan ke patung Buddha dalam stupa Arupadhatu di candi Borobudur, keberuntunganku tak kunjung sampai karena tanganku terlalu pendek. Relief-nya menggambarkan kecantikan seorang dewi yang terkunci di dalam anganku. Dan aku terus memimpikannya.

Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya
dia melintas di depanku, tanpa mengetahui kehadiranku. Aku cukup mengintip di balik jendela kelas, yang aku yakin bila dia menoleh sedikit saja dia akan melihat wajah tampanku (tidak boleh protes karena ini adalah polling dari seluruh keluargaku). Tapi sayangnya dia tidak pernah menoleh. Dia cukup membenarkan letak kerudungnya yang selalu rapi, lalu berjalan lurus menuju kelasnya sendiri dengan langkah yang sangat anggun. Kelasnya II IPA. Tapi beda juga sih dengan pagi-pagi sebelumnya karena pagi ini dia tidak diantar oleh cowoknya. Ini aku lihat dengan mata kepalaku sendiri karena yang mengantar Saski kali ini adalah sopir pribadinya yang tak pernah kulihat sejak Saski mempunyai cowok. Oh ya, nama cewek itu adalah Saski. Lengkapnya Saski Syakieb, dengan nama panggilan Saski.

“Elu yakin yang mengantar tiap pagi itu cowoknya Saski?” suatu hari Boni pernah bertanya padaku.

“Ya iyalah….” Aku menjawab dengan mata menjureng. Masak sih Boni nggak tau cowoknya Saski? Atau dia cuman pura-pura? Sebelnya cowok itu dua-tiga-empat levelnya di atasku. Dua-tiga-empat gantengnya di atasku. Dua-tiga-empat tongkrongannya di atasku, Chevrolet Captiva! Sedang aku cuman motor Ninja keluaran tahun 90-an. Si Komo bilang, weleh-weleh-weleh….

“Darimana lu tau?” Boni bertanya lagi.

Dengan hati dongkol aku menjawab, “Dari tatapan mata Saski yang mesra itu.”

Boni mencibir. “Tapi cowok yang mengantar Saski tuh ganti-ganti?”

“Ini pacar yang kesebelasnya, Bon.”

Boni cengengesan. “Kerajinan amat lu ngitungin pacarnya Saski?”

Dalam hati aku jadi bertanya-tanya. Iya-ya, kenapa sampai kesebelas? Dari penilaianku Saski bukan tipe cewek yang suka berganti-ganti pacar. Secara fisik dia cantik luar biasa. Darah Timur Tengahnya kentara benar dari tatapan matanya yang tajam dan hidung mancungnya. Konon, nenek moyangnya berasal dari Hadramaut (kini Yaman Selatan). Meskipun ajus (ibu)–nya keturunan Betawi, perpaduan Arab-Betawi itu mencetaknya menjadi gadis ‘mix’ yang mempesona, tapi sepertinya dia lebih dominan ke Arab deh. Bahasa prokem-nya Arab tulen dan sedikit saja jejak Betawinya meskipun dia tinggal di daerah Pekojan. Lifestyle-nya Arab punya, lagu kesukaannya irama Padang Pasir meskipun dia juga suka lagu-lagu Gita Gutawa, Vierra, Kangen band. Tapi terlepas dari semua itu, bagiku Saski adalah cewek paling sempurna yang pernah kulihat di muka bumi ini. Hatinya pasti jauh lebih cantik dari penampilan luarnya. Tapi kenapa cowok-cowok itu tak pernah lama berdekatan dengan Saski. Paling dua-tiga bulan sudah putus? Ini sangat membuatku penasaran.

Boni bilang, “Mana ada sih cowok yang tahan dengan cewek sependiam Saski? Ya… meskipun dia pinter, cakep, tapi kalau diajak ngobrol nggak pernah nyambung, mana tahan cowok-cowok itu?”

“Dia bukannya nggak nyambung, Bon.” Aku berusaha membela. “Tapi dia tuh pemalu banget. Atau, justru dia yang kepintaran, sehingga justru cowok-cowok itu yang nggak nyambung sama dia? Saski tuh beda Bon. Seperti gadis-gadis berkerudung lainnya tuh, lo lihat kan? Mereka harus pandai-pandai membawa diri, karena mereka lebih tau bagaimana caranya bergaul dengan laki-laki yang bukan muhrimnya?”

“Hari gini ngomongin muhrim?!” Boni mencibir.

“Ya, kurang lebihnya begitu deh. Dan memang mereka itu susah banget didapetin. Atau… eh, Bon?” Kali ini aku jadi bersemangat. “Jangan-jangan Saski yang menolak mereka kali ya? Karena mereka dianggap tidak memenuhi syarat? Atau… mereka nggak tahan dengan babenya Saski yang super galak itu? Lo tau kan gimana tampangnya orang Arab kalau lagi marah?”

“Ah.” Boni menggeleng. “Tetangga gue nih, yang rumahnya berseberangan dengan rumah gue, Babe Nasir lu tau kan?”

Aku mengangguk.

“Dia asli keturunan Arab dan nggak galak-galak amat? Baik malah orangnya”

“Beda Bon, Arab-nya arab mana dulu, dari Mekkah atau dari Madinah?”

“Ngaco lu!” Boni mengibaskan tangannya ke depan.

Kali ini aku yang cengengesan. Lalu beberapa saat aku berpikir, “Gimana ya cara ngedeketin Saski….” gumamku mengharapkan solusi.

“Lu naksir ya sama Saski?” Boni bertanya.

Aku diam sebentar. “Kalau diberi kesempatan sih, gue nggak nolak Bon dijadiin pacar kedua belasnya.”

Boni mencibir.

“Sumpah pocong deh!”

“Sumpah pocong dari Hongkong?!” Dan Boni tertawa keras-keras.

*****

Memang nggak gampang mendekati cewek seperti Saski. Penuh perjuangan dan tantangan. Setelah yakin bahwa Saski sudah putus dengan cowoknya (karena sudah semingguan ini cowoknya tidak pernah mengantar lagi), aku memberanikan diri menulis surat perkenalan. Aku menyelinap ke dalam kelas Saski saat upacara bendera, dan kuletakan surat bersampul merah muda dengan gambar sekuntum mawar merah itu ke dalam tas Saski dengan hati berdebar. Kira-kira begini bunyi suratnya :

Untuk gadis berkerudung yang diam-diam kusuka:

Assalamu’alaikum, Saski cantik….

Ini bukan rayuan lho. Swear! Anggaplah aku manusia kerdil yang merindukan bulan, sedang kau adalah dewinya. Dewi pemilik bulan yang kurindukan.

Saski, aku tau ini tidak pantas,

ini norak,

tapi apa daya, Saski….

Hatiku berontak setiap harinya untuk segera menyapamu.

(dag-dig-dug, dag-dig-dug… jantungku seperti irama gendang yang bertalu-talu, tiap melihatmu.)

Ini bukan rayuan lho. Swear! Kamu adalah rembulan yang menerangiku di malam hari dan matahari yang menyinariku di pagi hari. Sedang aku adalah pengagum yang selalu menunggu di pinggir singasanamu. Maukah kau sedikit menoleh ke arahku?

(Aku ingin berkenalan denganmu. Dan janganlah bertanya-tanya karena aku akan datang setelah kau selesai membaca surat ini)

Wassalamualaikum wr.wb.

Saski melipat surat dengan wajah tegang. Setelah celingak-celinguk sebentar, aku benar-benar keluar dari persembunyianku. Kulihat pertama dia bengong. Aku menjulurkan tangan dengan sikap sopan, berusaha memberi kesan sebaik mungkin. Tapi tanpa kusangka-sangka dia malah berlari kabur. Ganti aku yang bengong, adakah yang salah dalam caraku ini?

*****

Dan Boni tertawa keras-keras lagi.

“Goblok lu! Masak lu nembak cewek begitu?”

“Harusnya?” Aku masih belum tau dimana letak kesalahanku.

“Ya banyak kesalahannya lah!” Boni stress oleh ketololanku. “Lu pernah dengar kata bijak begini gak, ‘Hati wanita ibarat tulang rusuk yang bengkok. Jika kau ingin meluruskannya maka patahlah tulang rusuk itu. Tapi kalau kau membiarkannya maka akan terus bengkoklah tulang rusuk itu. Jadi berbuat baiklah pada wanita.”

“Maksud lo apa sih?”

“Dodol….”

Aku masih belum mengerti kemana arah pembicaraan Boni.

Boni menjelaskan, “Kata lu Saski tuh anaknya pemalu? Hidupnya dipenuhi dengan fatwa-fatwa?”

Aku mengangguk dengan wajah pilon.

“Menghadapi gadis seperti itu harusnya lu pelan-pelan, dong. Slowly, Man…! Elu harus pandai-pandai mencari celahnya. Terus terang nih… cara lu tadi mungkin membuatnya kaget. Dan mungkin… dia merasa diperlakukan seperti gadis murahan.”

“Hah?!”

“Wajar kalau dia langsung kabur begitu ngelihat elu.”

Aku menjadi was-was. “Tapi gue nggak bermaksud begitu.”

“Tapi itu yang lu lakukan!”

“Trus gue mesti gimana dong, Bon? Apa gue harus ngapalin seluruh isi Al-Qur’an dulu baru macarin dia gitu?”

Boni menggeleng.

“Keburu ubanan gue, Bon.”

“Mmm….” Boni berpikir keras. “Begini saja. Berhubung dia tadi udah ngelihat lu. Dia udah ngelihat muka lu yang nggak jelas itu kan?”

Dengan sedikit kesal aku mengangguk. Boni tidak memberiku solusi, malah menjurus ke arah pelecehan.

“Sepertinya lu harus ngerubah taktik deh.”

“Maksudnya?”

“Lu harus meminta maaf langsung sama dia. Yang gentle, Man…! Jangan terlihat murahan. Dekati dia dengan sopan. Dan ingat, perlakukan dia dengan baik!”

Perlakuan baik macam apa yang dimaksud Boni sebenarnya aku sendiri masih bingung. Bagiku apa yang kulakukan tadi juga baik, tapi salah dimata Saski. Aku jadi bingung. Permulaan yang seharusnya berjalan mulus itu, kenapa jadi berantakan begini ya?

Ah, Saski…. dia seperti merpati yang terbang rendah dengan wajah malu-malunya. Anehnya aku justru tertarik dengan sifat pemalunya itu. Bagiku, itu menunjukan bahwa dia tidak gampangan. Tidak seperti gadis kebanyakan yang mengobral senyum dan janji. Gadis terbaik memang susah didapatkan. Dan ini adalah tantangan. Nggak apa-apa. Sepertinya aku harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan seorang Saski.

*****

Seperti saran Boni, keesokan harinya (dengan hati berdebar) aku menunggu Saski di samping kelasnya. Pagi-pagi sekali Saski datang diantar sopir pribadinya. Ini menguntungkan karena belum banyak anak sehingga aku akan leluasa menjelaskan duduk permasalahannya pada Saski. Mudah-mudahan gadis itu bisa memaklumi.

“Saski!” Kupanggil namanya dengan hati-hati, dengan sikap yang sangat sopan. “Assalamu’alaikum.”

Saski tergugu. Aku menghampirinya. Dan dia tidak berkata-kata. Pasti dia sudah menjawab salamku di dalam hati.

“Masih ingat kan? Saya yang kemaren, yang mengirimkan surat bersampul merah muda ke dalam tas kamu.”

Saski mendekap tasnya dengan wajah tegang.

“Maaf, saya tidak bermaksud kurang ajar Jangan tersinggung. Kemaren itu, mm…. saya hanya ingin berkenalan dengan kamu.”

Tidak ada reaksi.

“Mm, sebagai… teman. Ya, teman!”

Aku menyesali kalimat yang keluar dari mulutku. Ah, kenapa cuman sebagai teman, dodol…. Aku kan ingin menjadi pacarnya dia?

“Mau kan kamu berteman dengan saya?”

Setelah kupikir-pikir untuk permulaan sebagai teman tak apa-apa lah. Satu detik, dua detik, tiga detik tak ada jawaban. Saski mulai beranjak.

“Saski!” Kutarik tangannya karena Saski hendak melangkah.

Begitu mahalnya kah suara yang keluar dari mulutnya?

“Mau kan kamu berteman dengan saya?” Kupaksa bertanya dengan wajah tak tau malu.

Tak kusangka Saski mengangguk pelan. Slow motion! Bukan dengan kepalanya melainkan dengan sorot matanya. Saski tersenyum tipis. Dan aku sangat bahagia dibuatnya.

Saski melepaskan pegangan tanganku dengan wajah tersipu malu. Lalu gadis pemalu itu pun beranjak pergi. Pasti sebentar lagi dia wudhu karena tangannya sudah terjamah olehku.

*****

Sudah dua minggu-an aku pedekate sama Saski. Perjuangannya sangat alot, tapi akhirnya membuahkan hasil. Meskipun pertamanya tampak malu-malu, sekarang Saski mulai mau membuka diri padaku. Misalnya bercerita tentang keluarganya, tentang hobinya, impiannya dan lain sebagainya.

Ternyata dia itu gadis sholeha yang menyenangkan. Meskipun aku harus super hati-hati bicara sama dia, karena kalau salah sedikit saja dia bisa tersinggung. Dan aku tidak mau dia kabur untuk yang kedua kalinya.

Ucapan Saski sering dihiasi dengan kalimat-kalimat bijak, semacam siraman rohani yang membuat nyaliku menjadi ciut (seolah dia adalah calon penghuni surga sedang aku penghuni neraka). Mungkin itulah yang membuatnya terlihat aneh. Untuk gadis seusianya, banyak kamus ‘tidak boleh’ dalam dirinya. Atau kata ‘haram’ yang memang tidak akan dilakukannya. ‘Seorang gadis tidak boleh, begini… begini… begini….’ atau ‘Seorang gadis tidak baik begitu… begitu… begitu….’ Rupanya itu membentuknya menjadi pribadi yang berbeda, sehingga dia terlihat aneh di mata teman-teman. Tapi semakin mengenalnya semakin banyak yang ingin kutau tentang dia.

Perjanjian kami, jika dalam waktu satu bulan aku tidak bisa merebut hatinya, berarti aku tidak boleh mengganggunya lagi, untuk selamanya. Aku sempat berpikir, apakah dia menolakku secara halus? Gadis berkerudung selalu samar mengungkapkan isi hatinya. Ah, tapi aku tidak boleh putus asa! Aku harus optimis. Siapa tau dengan berjalannya waktu dia merubah penilaiannya atas diriku? Jadi aku harus memanfaatkan waktuku sebaik-baiknya.

Kami sengaja berangkat sekolah pagi-pagi sekali supaya ada waktu untuk berbagi cerita. Biasanya sih kami janjian di samping lapangan basket, dekat kantin sekolah yang belum buka, sambil menghirup udara segar, melihat kupu-kupu berkejaran di atas bunga-bunga mekar di pagi hari. Indah rasanya. Meskipun Saski belum resmi menjadi pacarku, aku merasa bahwa Saski mulai membuka peluang untuk itu.

Sikap Saski menjadi manja padaku (ini menurutku lho). Pandangan matanya mesra. Senyumnya malu-malu. Kadang dia merajuk saat aku memancing rasa cemburunya. Dan berhasil. Bukankah itu pertanda bahwa Saski mulai jatuh cinta padaku?

Hari ini dia curhat padaku, “Aku sedih, Zal. Teman-teman sering menganggapku aneh. Apa salahnya sih dengan darah Timur Tengah-ku? Meskipun aku lahir di Indonesia, tetap saja mereka membeda-bedakan aku. Memang nggak boleh ya orang keturunan Arab tinggal di Indonesia?”

“Nggak lah, Sas.” Aku berusaha menghiburnya. Sedih juga melihatnya begitu. Saski merasa kesepian di tengah hingar-bingar sekolah ini. “Kamu diterima baik kok di sini.”

“Tapi mereka sering melihatku dengan pandangan aneh, Zal.”

“Hanya perasaanmu.”

“Apa kamu juga menganggapku aneh, Zal?”

Aku menggeleng meskipun sedikit mengiyakan. Saski sedikit merajuk. “Kamu memang beda, Sas. Tapi kamu harus tau bahwa beda kamu itu beda yang menguntungkan.”

“Maksudmu. Zal?”

“Karena kamu adalah gadis tercantik di antara mereka.”

Saski tersipu malu. Ada rona merah di wajahnya.

“Hidung kamu mancung. Tatapan matamu tajam. Dan postur tubuhmu lebih tinggi dari gadis-gadis kebanyakan. Tentu saja kamu terlihat paling cantik di antara mereka?”

“Ah, Rizal….”

Mungkin yang dimaksud teman-teman dengan aneh itu bukan kondisi fisiknya, melainkan sikapnya yang memang lain daripada yang lain. Jujur… kebiasaannya aneh, cara berpikirnya aneh, sedikit rumit dan membingungkan untuk ukuranku yang berpikiran praktis. Dia banyak membuat kejutan. Tapi aku tidak mau menyinggung perasaan Saski karena aku menyukai gadis itu.

Di lain hari Saski minta pendapatku tentang sesuatu yang juga kuanggap aneh. “Gimana ya Zal kalau aku pakai cadar?”

“Hah?!” spontan aku kaget. Dia membuat kejutan lagi.

“Tuh kan, kamu juga kaget mendengarnya?”

Aku buru-buru meralat sikapku. “Nggak, nggak apa-apa kok.”

“Apa salahnya sih dengan gadis bercadar? Itu kan bagus, Zal. Kita tidak sembarang mengumbar aurat kita, jadi kita tidak banyak berbuat dosa?”

Aku garuk-garuk kepala. Penuturan Saski barusan membuat kepalaku menjadi pusing.

“Kenapa?”

“Aduh… jangan deh Sas. Mendingan jangan.”

Aku akan pacaran dengan gadis bercadar, apa kata dunia?

Saski cemberut “Kamu pikir aku ini jamaah islamiyah yang militan itu, segolongan itu?”

“Bukan…”

“Nggak semua gadis bercadar itu berpikiran kolot, Zal?”

“Iya aku tau….”

“Trus?”

“Maksudku….” Aku berpikir mencari kalimat yang tepat. “Soalnya begini Sas, mm… sayang kalau gadis secantik kamu memakai cadar. Ya kan, sayang Sas! Aku kan, jadi nggak bisa melihat senyum manismu lagi. Apalagi kamu cantik, hidung kamu bagus, bibir kamu bagus….”

“Ah, Rizal!”

“Dan kalau kamu memakai cadar, lenyaplah semua itu.”

“Justru itu, Zal. Itu akan menjauhkan kita dari dosa.” Saski berkata sambil tersipu malu.

Sumpah pocong, aku suka sekali melihat senyum manisnya itu! Dan sepertinya ini waktu yang tepat untuk mengajaknya kencan.

“Oya, Saski. Malam nanti kamu ada acara nggak?”

Malam ini adalah malam Minggu. Sepertinya malam nanti akan bertabur bintang karena pagi ini udaranya sangat cerah. Tentu akan menjadi malam yang sangat indah.

Saski menggeleng dan aku terlonjak.

“Boleh nggak nanti malam aku main ke rumahmu?”

Kali ini Saski yang terlihat kaget. “Buat apa?”

“Ya… hanya main aja. Kita ngobrol-ngobrol seperti sekarang.”

“Jangan Zal, jangan….” Wajah Saski berubah pucat.

Aku jadi tegang. “Memang kenapa? Kamu sudah punya cowok?”

Saski menggeleng. “Tidak baik seorang gadis dikunjungi seorang cowok, apalagi di malam hari. Bisa menimbulkan fitnah, Zal.”

Aku bengong.

“Karena di dalam hidupku tidak ada kamus pacaran. Aku tau akhir-akhir ini kamu pedekate sama aku, Zal. Thanks. Itu berarti kamu menganggapku istimewa. Dan gadis istimewa tidak boleh bersikap sembarangan, itu kan yang sering kamu bilang?”

Aku mencium bau-bau narsis.

Aku bengong.

“Kalau kamu benar-benar suka sama aku, sebaiknya kamu datang baik-baik mengetuk pintu rumahku. Tidak di malam hari seperti maling. Apa kamu siap menghadapi babeku?”

“Memang, babenya Saski galak?” nyaliku ciut juga.

“Abah nggak bakal ngijinin kita pacaran, Zal. Haram hukumnya!”

“Trus?!”

Aku mencium gelagat aneh. Inilah Saski. Teman-teman menjulukinya sebagai gadis aneh, sekarang aku sangat setuju. Aku juga tak heran jika cowok-cowok itu langsung kabur tiap dua-tiga bulan berkenalan dengannya. Jadi ini masalahnya? Dia berpikir bermil-mil jauhnya untuk masalah yang dua-tiga langkah penyelesainya.

Saski mengangguk pelan. “Kalau memang kita sudah jodoh, kenapa nggak? Rejeki, jodoh, mati, itu Allah yang mengatur, Zal. Aku nggak menolak kok kalau kamu memang jodohku.”

“Mak, maksud lo?” aku jadi gagap.

“Ya kita nikah lah, Zal. Kamu bilang ke Abah, kapan kamu siap nikahin aku.”

Gedubrak! Putri malu itu mengajakku kawin? Alamak! Apa kata dunia? Boni bisa tertawa terkencing-kencing mendengar cerita ini.

Aku, Rizal Abu Bakrie, cowok tertampan di SMU Pelangin Nusa Indah langsung terbirit-birit kabur oleh tantangan gadis berkerudung itu. Nggak lagi-lagi deh. Cukup sekali aku mengenal cewek seprimitif Saski. Nggak lagi-lagi deh!

*******

Minggu, 06 Juni 2010

Fase Kehidupan


Suatu keberuntungan jika kita dipertemukan dengan orang-orang yang baik. Lebih beruntung lagi jika kita dipertemukan dengan orang-orang baik, yang juga orang-orang pintar. Yang saya maksud ‘bertemu’ di sini bukan hanya bertemu secara langsung-face to face saja, tapi bisa melalui media entah itu televisi, facebook atau internet, sehingga kita pun bisa berinteraksi dengan mereka.

Hebatnya, orang-orang baik yang juga orang-orang pintar itu tak pelit membagi-bagikan ilmunya.
Ini suatu berkah bagi saya. Bayangkan, orang-orang hebat itu butuh bertahun-tahun untuk menemukan rumusan ini. Begitu mereka dapat point-pointnya, mereka tak segan berbagi dengan saya. Ilmu-nya dibagi-bagi supaya bisa dimanfaatkan banyak orang. Sungguh lapang dan betapa baiknya hati mereka.

Contohnya : Pak Mario Teguh tak bosan-bosannya memberi saya motivasi setiap hari minggu di Metro TV. Atau, ketika saya butuh solusi keuangan pribadi, pasti saya temukan solusinya di Biro Perencana Keuangan-nya Safir Senduk. Kick-Andy untuk pencerahan, OVJ untuk penghilang stress. Sedangkan Pak Tanadi ‘Creating Wow and Aha’, sudah tentu pakarnya di ‘Business Wisdom’.

Saya tertarik dengan tulisan Pak Tanadi mengenai fase kehidupan. Sengaja saya arsipkan di blog ini, karena saya ingin membacanya lagi dan lagi, dan supaya teman-teman pun bisa membacanya juga. Judulnya 7x7 : Hello Spirituality and Harmony. Di tulis dalam catatan facebooknya, tepat di hari ulang-tahunnya yang ke 49.

Berikut catatan beliau :

7x7 : Hello Spirituality and Harmony

Dalam sebuah keyakinan akan aura kehidupan, ada kepercayaan akan putaran kehidupan itu terjadi setiap fasenya adalah 7 tahun.

3 kali 7 tahun pertama, kita melihat kedalam, kepada diri kita sendiri. 4 kali 7 tahun kemudian kita melihat keluar diri kita. Kedua periode besar itu adalah dalam pelebaran horisontal. 49 tahun adalah masa pengembangan kesamping. Dan pada 5 x 7 tahun berikutnya adalah pencapaian harmony dan spirituality yang merupakan pengembangan vertikal keatas.

1. 1-7 tahun: Protection period, Fase Perlindungan, dimana kita menjadi anak kecil yang tidak tahu menahu dan menerima apa saja yang diberitahukan orang tua kita.

2. 8-14 tahun: Learning and Questioning, Fase Pembelajaran, dimana kita mulai mempertanyakan apa saja: Mengapa daun hijau, dari mana datangnya hujan, siapa yang mengatur dunia ini, dan seterusnya.

3. 15-21 tahun: Rebelion: Penentangan. Kita mau memberontak pada aturan dan budaya, inilah masa kita mau menentukan diri sendiri. Tiga fase ini semuanya adalah tentang kata “Saya”, melihat kemauan dan kebutuhan diri sendiri, tidak mempedulikan orang lain, semuanya adalah tentang cintaku, diriku, mauku, masadepanku. Semuanya adalah tentang “Aku”.

4. 22-28 tahun: Finding Identity: Pencarian Jati Diri. Kegelisahan jiwa mulai membuat kita memandang keluar, melihat dunia dengan mata baru, dan mencoba menyamakan identitas kita dengan dunia luar; bahwa “Aku” itu sebenarnya siapa? Kitapun mencari keluar. Mencari pasangan, mencari jati diri, mencari apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup ini.

5. 29-35 tahun: Building and Forming: Pembentukan diri. Setelah menikah, berkeluarga, kita mulai membentuk diri kita, panggilan pekerjaan kita mulai terlihat. Kita mulai memilih apa yang akan kita bangun dalam hidup ini. Melihat kesempatan dan menangkap yang sesuai dengan hati kita, dan menetap disana.

6. 36-42 tahun: Growing Period: Masa Pertumbuhan diri. Mengembangkan apa yang kita yakini, menumbuhkan bisnis, kehidupan, network, persahabatan, dan akar2 bisnis kita. Menjadi lebih besar dan berkembang. Kita telah menanam cinta, tinggal menunggu buah keajaiban.

7. 43-49 tahun: Wisdom Period: Maturity time for every individuals, Pematangan diri. Masa kearifan dan akhir dari masa horisontal, masa akhir dari melihat keluar dan pengejaran duniawi. Secara umum, pencapaian sudah selesai, bisnis sudah terbentuk, dan kita sudah selesai dengan pencarian diri kedalam dan keluar.

8. 50-56: Peace and Balance: Kedamaian dan Keseimbangan. Awal dari masa Vertikal: Menyatukan diri dengan harmonisasi dan spiritualisasi kejiwaan kita. Masa duniawi sudah lewat, kita mulai melihat semuanya dari peta yang lebih luas dan besar. “Aku” sudah kita hapus secara pelahan dalam kehidupan kita.

9. 57-63:One-ness: Penyatuan. Semua hal adalah satu, tidak ada keserakahan, hanya ada kebesaran kehidupan.

10. 64-70: Finding Spirituality: Penemuan Kedamaian dan Keyakinan akan keseimbangan spiritual.

11. 71-77: Reaching “It”: Pencapaian jati diri sepenuhnya akan diri kita dan alam semesta.

12. 78-end:Knocking on Heaven’s Door: Reapness to enter the “other side”: Siap pindah dunia, siap menjenguk sisi sana hidup ini. Akhir dari perjalanan. The Edge of everything. Inilah 5 fase vertikal manusia yang dimulai pada 50 sampai “akhir” nya, berapapun umur anda.

12 potong fase kehidupan manusia secara umum adalah seperti itu. Dimana kita mulai dari lahir, mencapai kedewasaan pada umur 21, selalu melihat kedalam diri kita, dan mengisi diri kita dengan ilmu, dan pengetahuan. Lalu sampai 49 kita melihat apa yang ada diluar kita, dan mengembangkan diri mencapai maksimum pada 49.

Lalu kitapun harus siap memasuki fase baru, fase vertikal: Dimana uang, jabatan, keserakahan sudah tidak lagi bermakna banyak, dari 50 hingga akhir kita hanya akan mencoba menyeimbangan diri dan berjalan menjalani perjalanan kehidupan kita dengan kearifan yang lebih baik.

Tulisan ini merupakan upaya saya berbagi pandangan ketika mencapai ujung fase ke 7. 7 x7. Pada ulang tahun ke 49 ini, hari ini, saya akan mencapai ujung perjalanan horisontal saya. Hello Spirituality and Harmony. Terimakasih atas semua ucapan selamat ulang tahun nya. Semoga anda semua dipenuhi berkat, kesuksesan dan kebahagiaan, selalu dan selamanya.

(*Tanadi Santoso, Seoul, 4 Juni 2010, Jam 00.15)

Pak Tanadi sudah berbagi dengan saya, dan saya ingin membagikannya buat teman-teman. Semoga bermanfaat.

Kamis, 03 Juni 2010

Hampa


Sedihnya hatiku,
ketika orang-orang tersayang pergi satu-per satu.
Menyadari orang-orang yang dulu kekar, kuat dan bersahaja,
kini lemah tanpa daya...
sedang aku tak bisa berbuat apa-apa.


Pernah kulakukan kesalahan besar dalam hidupku,
yang kutebus dengan penyesalan di sepanjang sisa waktuku.
Tak kumaafkan diriku,
bahkan sampai detik ini.

Kawan,
masih nyeri di sini,
di lubuk hatiku yang paling dalam ada goresan sembilu,
karena aku tak bisa menjadi harapan,
aku bukanlah mimpi-mimpi itu.

Aku tau,
perjalanan kita bukanlah cerita dongeng yang serba indah,
meski aku berharap warna-warninya melebihi pelangi,
seindah mimpi-mimpiku.

Aku hanyalah manusia biasa,
yang hanya bisa berusaha.
Tak selamanya pundakku kuat,
tak selamanya langkahku tegap.

Nelangsanya aku,
ketika baktiku tak pernah sampai pada orang-orang tersayang.



(buat si-Mbah yang selalu lekat di hati) Kamis, 030610

Senin, 31 Mei 2010

Puding Coklat Marmer

Daripada Aning membeli jajanan yang nggak jelas, akhirnya saya buatkan dia puding ini. Dapat resepnya dari kreasi nutrijell, itu lho acara Jellycious - yang host-nya Novita Anggie. Karena sudah lupa-lupa ingat, asal saja saya kasih nama puding coklat marmer (karena menurut saya teksturnya mirip2x marmer). Takarannya pun asal goblek. Maklum, saya terakhir bikin puding pas acara buka puasa Ramadhan tahun lalu. Thks to Aning yang sudah membantu.
Ini dia hasilnya,


malam saya masukan kulkas, pagi harinya sudah ludes 1/4 bagian oleh Ayah. Lalu paginya dicemal-cemil Aning. Mantafffp.

Bahan :
2 bungkus Nutrijell coklat
1400 ml air (kira2x 7 gelas)
2 gelas gula pasir
2 bungkus roti marie

Cara membuat :
* Aduk rata Nutrijell, gula, larutkan dengan air sampai rata
* Rebus, sambil sesekali diaduk pelan sampai mendidih
* Roti marie, letakan di dasar cetakan (atur sesuai selera). Karena cetakan saya bulat, saya bikin melingkar.
* Tuang 1/4 adonan. Karena roti marie suka nongol-nongol ke atas, tekan-tekan roti marie dengan sendok supaya tidak mengambang.
* Tunggu sampai mengeras
* Susun lagi roti marie di atas cetakan
* Tuang 1/4 adonan berikutnya. Tekan-tekan lagi roti marie dengan sendok supaya tidak mengambang.
* Tunggu sampai mengeras
* Lakukan berulang-ulang sampai adonan habis

Tips : supaya sisa adonan tidak mengeras sebelum dicetak, rebus di atas api kecil sambil sesekali diaduk.

Lumayanlah buat amatir, xixixi promo nih... coklatnya berasa, manis, kenyel-kenyel. Lagi-lagi, mantafffp deh.




(ceritanya, sok meniru ibu-ibu rumahan niyy)

Minggu, 30 Mei 2010

Puisi Akhir Masa


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,
aku sangat tahu itu.


Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja,
lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya,
dan tubuhku serasa kosong melompong,
hilang isi.

Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini,
aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir,
pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh,
tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari,
bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

mana mungkin aku setia
padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan,
sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta,
sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku,
dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku,
penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

(BJ.HABIBIE)

Betapa indahnya jalinan cinta mereka. Mesra - tak terhenti meskipun nyawa memisahkan mereka.

Selasa, 18 Mei 2010

Yang Paling Tampan

Pernahkan mendengar petuah ini, “Lihatlah hatinya, jangan melihat ketampanannya.” Waduww, agak berat juga ya. Kasihan dong yang tampan, jadi turun pamor? Setau saya, sifat manusia tuh menyukai yang indah-indah. ‘Dari mata turun ke hati’, kita selalu tertarik dengan yang indah-indah. Bisa saja kita jatuh cinta pada pandangan pertama.

Bahkan, seringnya kita menilai seseorang dari penampilan fisiknya, entah itu kecantikan atau ketampanannya. Lebih lengkapnya begini - khusus kaum hawa, pastinya mereka berdoa semoga dijodohka dengan orang yang sholeh, orang yang hatinya baik, kaya, punya jabatan, dan pastinya juga tampan. Tampan tetap masuk kriteria. Kesimpulannya, menjadi orang tampan itu penting.

Tapi, apa sih definisi tampan itu sendiri? Yang berewokan, yang hidungnya mancung atau yang badannya kekar? Relatif sih. Menurut saya, suami saya tampan (xixixi, narsisnya kumat J), tapi menurut anak saya, Afgan lebih tampan. Karena penasaran, saya cari daftar orang tampan di google. Berderet-deretlah nama orang-orang tampan berikut fotonya. Ada Pierce Brosnan, Tom Cruise, Brad Pitt, John Travolta, Nicolas Cage, dst. Tapi bagi saya, ketampanan Timur Tengah masih belum tertandingi. Mereka masuk ke daftar orang tertampan di dunia. Selain Mohammed Hamaqy , masih ada Prince Nawwaf AL Sodd , Prince Naser AL Khalifa , dan satu lagi :



Subhanallah….

… Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom!! Tuh kan… saya jadi kecentilan. Saya jamin kaum hawa takkan berkedip melihatnya. Semakin dipandang, semakin mempesona.

Lalu saya berandai-andai, bagaimana dengan ketampanan nabi Yusuf? Pastinya lebih tampan dari Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom dong, karena ketampanan nabi Yusuf sudah dijamin di dalam Al-Qur’an. Di dalam surat Yusuf ayat 31:

Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia."

Segitu dasyatnya ketampanan nabi Yusuf, sampai-sampai para wanita teriris pisau jari-jarinya. Ckckck… Lalu bagaimana dengan nabi kita, junjungan kita nabi Muhammad saw – nabi akhir zaman, penutupnya para nabi? Siapakah yang lebih tampan, nabi Yusuf atau nabi Muhammad?

Bagi saya, beginilah kalkulasinya.

Jika Allah menciptakan ketampanan manusia = 100%. 50% ketampanan diberikan kepada nabi Muhammad saw. 25% ketampanan diberikan kepada nabi Yusuf as. Dan sisanya 25% ketampanan, dibagi-bagi untuk orang sedunia! Yup, Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom yang luar biasa tampan itu, ternyata cuman mendapatan 0,0000000xxxxxxx % dari 25% sisa ketampanan.

Jadi, siapakah ciptaan Allah yang paling tampan?

Minggu, 16 Mei 2010

Wanita bukan Bebek Goreng


Di suatu sore yang agak mendung, saya dikejutkan oleh kedatangan istri dari teman saya. Istri teman saya itu sangat bersedih. Bibirnya bergetar menceritakan perselingkuhan suaminya. Saya shock dibuatnya.

Bagaimana mungkin?

Rumah tangga mereka terlihat harmonis dan bahagia. Wanita ini juga, tampak sempurna di mata saya
.
Wajahnya cantik, ayu iya – manis juga iya. Pembawaannya keibuan. Dia pintar memasak, sayang anak dan keluarga. Jilbab yang selalu dikenakannya menunjukan bahwa dia istri yang taat pada agama dan suami. Tidak neko-neko, tidak macam-macam. Apa yang kurang dari wanita ini?
Beberapa hari yang lalu malah, si suami menunjukan selembar foto usang kepada saya. Foto yang diambil saat mereka masih pacaran.

“Cantik kan?” katanya sambil membusungkan dada. Saat itu saya tidak menyadari apa yang menjadi motivasi teman saya menunjukan foto itu, ternyata untuk menutupi perselingkuhannya.

Saya mengangguk. Persis Desi Ratnasari. Saya ikut senang ketika teman saya membanggakan foto istrinya.

Saya pikir hubungan mereka baik-baik saja. Mana mungkin teman saya itu punya WIL?

“Sejak kenal dengan ‘N’, sifat Mas ‘I’ banyak berubah,” gumam wanita di depan saya sambil sesengukan. “Dia jarang pulang, galak sekali terhadap anak-anak. Dia sudah tak mencintai saya lagi. Dulu dia pernah meminta ijin untuk menikah siri, tapi tidak saya kasih. Katanya ini salah saya. Kemaren malah, dia membanting piring hanya karena menu yang saya hidangkan tidak sesuai dengan selera makan dia. Dia meminta bebek goreng, sementara saya menghidangkan ayam goreng. Apapun yang saya lakukan selalu salah di matanya. Katanya dia sekarang sudah menemukan wanita yang cocok, wanita yang mengerti akan dirinya. Mereka kini sudah menikah siri.”

Wanita itu menyusut air matanya dengan ujung kerudungnya. Saya kasihan melihatnya.

“Mungkin ini salah saya juga,” lanjutnya kemudian dengan penyesalan yang teramat sangat. “Coba saya dulu mengijinkannya kawin. Pasti Mas ‘I’ tidak semarah ini. Dia jarang pulang, kesal melihat saya katanya. Kasihan anak-anak… saya jadi berdosa. Atau, mungkin juga karena saya kurang merawat diri? Seharusnya saya menjaga baik-baik rumah tangga saya, supaya dia tidak bosan terhadap saya. Mungkin benar, saya sudah tak secantik dan semenarik dulu lagi, sehingga dia mencari wanita lain. Saya yang salah….”

Bla-bla-bla-bla….


Membuat saya terte
gun. Lah, kok jadi dia yang disalahkan? Dan, kok ya mau-maunya dia disalahkan. Bukankah dia yang menjadi korban?

Pasti dia sudah dicuci otak oleh suaminya.


Kebanyakan memang, wanita selalu disalahkan atas segala sesuatu yang tak beres di dalam keluarganya. Misal, anak bandel
istri yang disalahkan. Rumah berantakan, istri yang disalahkan. Belanja bulanan kurang, istri lagi yang disalahkan. Cape’ deh…

Bukankah hakekat rumah tangga
adalah ‘saling’? Saling berbagi, saling mencintai, saling melengkapi? Jika ada sesuatu yang kurang pas, ya diperbaiki dong. Jangan main tinggal seenak udelnya begitu. Menurut saya sih – dalam kasus ini, dasar suaminya saja yang ganjen, yang gatel. Mengurus satu istri saja nggak becus, malah bertingkah. Istri pula yang dijadikan kambing hitam.

Saya tidak tau m
engenai kelanjutan rumah tangga mereka. Sudah 2 tahunan saya putus kontak dengan mereka - teman saya itu marah besar mengetahui saya ikut campur dalam urusan rumah-tangganya. Bodo! Saya dengar dari beberapa teman sih, akhirnya si istri bersedia dimadu (mungkin dengan berbagai pertimbangan, dengan tanggungan dua orang anak tanpa pekerjaan, apa yang bisa diharapkan?). Itu hak dia sih. Masing-masing orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri-sendiri.

Tapi dari pengalaman di atas, ada satu hikmah yang bisa saya ambil dan ingin saya bagi ke
teman-teman.

Kawan, wanita bukanlah
obyek. Kita bukan bebek goreng. Kita tidak bisa merubah diri kita menjadi menu-menu lain setiap harinya untuk memuaskan keinginan para suami. Jadilah diri kita sendiri. Suami yang baik adalah suami yang bisa menerima kita apa-adanya.

Salam bebek goreng.

Rabu, 07 April 2010

Syukur

Ada dua ekor cicak berkejar-kejaran di dinding kamar saya. Pastinya itu cicak jantan dan cicak betina. Kalau terus diperhatikan, pastilah mereka mau kawin. Dan memang, mereka kawin di depan mata saya. Asem!
Satu detik, dua detik, tiga detik... jarum detik terus menghitung berapa lamanya mereka kawin (wihh, kok jadi vulgar ya tulisannya, hihi...). Setelah keduanya terpuaskan - tuh... ekornya menggelepar beberapa saat, cicak betina meloloskan diri sedang si jantan tak mengejarnya lagi. Ya gitu deh, si jantan putar haluan, cuek bebek, sok nggak butuh setelah kemauannya terpenuhi ( memang begitulah biasanya para pejantan), hihi.... Asem!! Mungkin lain kali dia akan mengejar betina lain, sedang si betina akan dikejar pejantan lain juga. Rupanya hukum karma berlaku juga di dunia binatang.
Tapi benar juga ya.
Mungkin itu maksudnya, kenapa Tuhan menciptakan makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Ada suami-istri, laki-laki-perempuan, Adam-Hawa, pejantan-betina... Semua makhluk diciptakan berpasang-pasangan. Supaya bisa saling melengkapi tentunya, bisa saling melindungi dan saling berbagi.
Bagi yang sudah berpasangan, selamat! Anda telah menemukan patner anda seumur hidup. Baik-buruk, tampan-jelek, kaya-miskin, asyik atau bahkan kalaupun orangnya nyebelin pol - setengah mati, terimalah dia apa-adanya. Karena patner anda tadi adalah orang yang dipercaya Tuhan untuk menemani hari-hari anda, sekarang dan nanti. Terimalah dia dengan ikhlas dan lapang dada (hihi, kesannya maksa banget yaw...) :P
Dan bagi Anda yang belum menemukan pasangan, selamat juga! Terutama buat adik2x ku yang masih jomblo, berarti kesempatan masih terbuka lebar untuk mencari pasangan terbaik kalian.

Syukurilah apapun keadaan kita!

Kamis, 25 Maret 2010

Nasi Goreng 'NK'

Berhubung jadwal ke pasar bentrok dengan sang bapak, akibatnya beberapa minggu ini saya tidak pernah ke pasar. Ya gitu deh, isi kulkas saya penuh, penuh dengan bunga es maksudnya. Tidak ada sayur, tidak ada tahu-tempe, tidak ada daging, bahkan tidak ada bumbu-bumbuan. Beberapa hari ini menu yang saya hidangkan nggak jauh dari telor – ayam dan mie-miean.
Misalkan, pagi hari saya bikin telor ceplok, siang hari bikin opor telur (kebetulan ada 1 kantong kaldu ayam yang masih tersisa di kulkas), jadi meskipun nggak ada ayamnya minimal masih ada kaldunya, hehehe… lalu malamnya saya bikin mie rebus dikasih telur juga….

Atau kalau ada ayam, saya bikin ayam dikecapin untuk menu pagi-siang dan malam.

Sebenarnya kasihan juga sih sama Aning, kurang serat karena tidak ada sayuran, tapi apa mau dikata….

Seperti malam ini, isi kulkas saya benar-benar kosong melompong. Saya cek bahan bakunya cuman ada nasi, telor dan setengah papan petai (sisa dari produksi beberapa hari yang lalu). Tau dong apa yang akan saya masak dengan bahan seadanya itu? Yap, benar sekali. Saya langsung terinspirasi untuk membuat nasi goreng. Spesialnya, nasi goreng ini tanpa bumbu karena nggak ada bawang merah, nggak ada bawang putih, nggak ada cabe.


Bahan2xnya sebagai berikut :

~ Siapkan nasi putih (kurang lebih 3 piring)

~ 2 butir telor

~ ½ papan petai


Cara Membuat :

1. Panaskan minyak – secukupnya

2. Tumis petai sampai setengah matang

3. Masukan telor, aduk menjadi telor orak-arik

4. Beri garam –secukupnya, kecap – sesuai selera, masako – bila suka

5. (saya lihat di atas meja masih ada stok terasi), akhirnya saya masukan juga terasi ini – secukupnya.

6. Masukan nasi

7. Aduk terus di atas api besar sampai rata benar (warna coklat tercampur rata)

Eng-ing-eng… nasi goreng special bikinan saya telah tersedia. Saya namakan Nasi Goreng ‘NK’ atau nasi goreng nekad. Ya, karena membuatnya pun dengan modal nekat. Korban untuk mencicipi tentu saja suami dan anak saya. Setelah saya letakan di piring – sesuai porsi masing-masing, mereka-pun mulai menyantapnya. Saya tunggu satu menit… dua menit… tak ada yang bereaksi. Senang dong. Berarti eksperimen saya berhasil. Bahkan punya suami saya tandas, punya anak saya masih nyisa sih, sedikit. Wah, berarti lumayan juga nasgor bikinan saya. Akhirnya saya pun mencobanya sendiri.


!!! Lah, …. langsung down saya. Sampai dua suap, tiga suap, sumpah, nggak enak sama sekali! Rasanya hambar, orang Jawa bilang ‘gak ngalor-gak ngidul’.

Saya sampai heran, kok bisa ya punya suami saya tandas? Saya sendiri saja nggak ketelen… Akhirnya saya membuat analisa dan menyimpulkan, kenapa Nasi Goreng ‘NK’ ini memberikan reaksi yang berbeda-beda :

1. Karena lidah saya nggak beres,

2. Suami dan anak saya menghabiskan Nasi Goreng ‘NK’ hanya untuk menyenangkan hati saya (yang sudah capek2x membuatnya),

3. Suami dan anak saya dalam keadaan lapar luar biasa (suami saya biasa makan malam jam 7-an, sementara anak saya malah jam 6 sore paling telat), sehingga nasi goreng yang nggak enak itu menjadi nikmat luar biasa disantap jam setengah sembilan malam,

4. atau justru lidah suami dan anak saya yang nggak beres.

Merasa bersalah juga sih. Saya bertekad untuk selanjutnya - demi memenuhi gizi keluarga saya, besok saya harus ke pasar, minimal belanja di tukang sayur. Harus ada lauk dan sayur, itu wajib.

Untuk keadaan darurat sih Nasi Goreng NK ini boleh juga, tapi sangat tidak dianjurkan untuk dikonsumsi harian. Karena selain nggak enak ‘abis, penampilan Nasi Goreng NK ini juga jauh dari menggiurkan. Bener deh, kalau ada pilihan lain... mending beli di warteg aja deh!

:P (salam Nasgor gatot - gagal total!)